Anies dan Polemik Pagelaran Formula E
“Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan telah melayangkan Surat kepada Menteri Sekertaris Negara, yang juga Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka, tentang penggunaan wilayah Monumen Nasional sebagai tempat pagelaran Formula E atas rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta. Namun, hal tersebut dibantah oleh Ketua TACB DKI Jakarta Mundardjito yang merasa tidak memberikan rekomendasi itu. Atas kejadian tersebut, Ketua DPRD DKI Jakarta menilai ada manipulasi yang terjadi dan Gubernur DKI Jakarta telah melakukan Pembohongan Publik. Benarkah demikian?”
Sebelum adanya polemik tentang pagelaran Formula E yang akan
diberlangsungkan di Monumen Nasional (Monas), peristiwa revitalisasi Monas
lebih dahulu mencuat kepermukaan publik, pasalnya revitalisasi Monas tersebut
memiliki atensi yang kuat dari publik yang menulai proyek tersebut benar-benar
menjadi sangat rumit. Dan banyak pihak yang menuduh pihak Pemprov DKI Jakarta
yang terlalu pengabaikan lingkungan sekitar Monas. Dan terdapat ancaman yang
dilakukan oleh berbagai pihak, khususnya DPRD DKI Jakarta terhadap Gubernur DKI
Jakarta.
Ancaman yang dilayangkan DPRD DKI Jakarta kepada Gubernur Jakarta, berupa
ancaman hukum yang akan dijeratkan kepada Gubernur DKI Jakarta, apabila terus
mengabaikan kritiknya dan terus menjalankan proyek revitalisasi Monas tersebut.
Selain DPRD DKI Jakarta, Menteri Sekertaris Negara (Mensesneg) juga menyoroti peristiwa
tersebut, pasalnya Mensesneg memiliki wewenang dalam proses revitalisasi monas,
dan memiliki prosedur perizinan yang harus dilakukan pihak Pemprov DKI Jakarta
kepada Mensesneg.
Setelah panjangnya polemik yang berlangsung dalam peristiwa revitalisasi
Monas, yang berujung pada kembalinya keberlangsungan proyek revitaslisasi
Monas, Polemik barupun muncul kembali di permukaan publik, yaitu mengenai
pegelaran Formula E yang dicanagkan akan berlangsung di Monas. Polemik soal
Monas kembali mencuat setelah Gubernur DKI Jakarta melayangkan surat kepada
Mensesneg yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Komisi Pengarah Pembangunan
Kawasan Medan Merdeka.
Surat Kontroversi Gubernur DKI Jakarta
Baru-baru ini publik dikejutkan dengan pemberitaan Surat Kontroversi yang
dilayangkan Gubernur DKI Jakarta kepada Mensesneg dan Ketua Komisi Pengarah
Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. Dalam surat yang bernomor 61/-1.857.23 itu,
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut berbagai pihak yang memberikan
rekomendasi di gelarnya Formula E 2020 di kawasan tersebut.
Anies menegaskan dalam surat tersebut, dalam rangka menjaga fungsi
kelestarian lingkungan dan cagar budaya di kawasan Medan Merdeka dalam
pelaksanaannya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memperoleh rekomendasi
dari Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi DKI Jakarta, hal ini menjadi polemik usai
Mundardjito sebagai Ketua TACB DKI Jakarta membantah perihal rekomendasi yang
diberikannya kepada Pemprov DKI Jakarta, ia menegaskan bahwasannya tidak pernah
mengkaji perihal pagelaran Formula E tersebut, dan apalagi menerbitkan
rekomendasi penyelenggaraannya di kawasan Monas yang memiliki notabene sebagai
kawasan cagar budaya.
Disisi lain, Ketua DPRD DKI Jakarta menungkapkan bahwa, sebagai ketua dewan
dari fraksi kami, melihat ada manipulasi lagi, seakan-akan Kepala Cagar Budaya
ini mengiyakan, padahal belum dikonfirmasi oleh pihaknya, setelah ia datang ke
Istana untuk bertemu dan menginformasikan kebenaran surat tersebut. Dan
Sekertaris Mensesneg, Setya Utama membenarkan Surat dari Anies tersebut, dan ia
juga mengaku belum mengetahui bahwa Pemprov DKI Jakarta sebenarnya belum
mendapat rekomendasi dari TACB.
Dan dengan demikian, Ketua DPRD DKI Jakarta, menegaskan bahwa Pemprov DKI
Jakarta harus membatalkan gelaran Formula E 2020 tersebut di Monas, karena
belum mengantongi rekomendasi dari TACB. Dan iapun memberikan rekomendasi
kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menggelar Formula E tersebut, dikawasan Ancol,
Jakarta Utara.
Menanggapi persoalan surat kontroversi tersebut, pihak Sekretaris Daerah
(Sekda) DKI Jakarta mengaku bahwa ada kesalahan dalam penulisan surat Anies
kepada Mensesneg mengenai persoalan gelaran Formula E 2020 di monas.
Salah Ketik atau Pembohongan Publik?
Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah memberikan klarifikasinya mengenai
persoalan salah ketik, dan mengakui ada kesalahan dalam penerbitan rekomendasi
yang dilakukan oleh Tim Sidang Pemugran DKI Jakarta, dan bukan TACB. Melihat dari
adanya klarifikasi yang dilakukan oleh pihak Sekda DKI Jakarta, dapat ditinjau
melalui pendekatan teori human eror.
Dalam Love dan Josephson (2004), Hagan dan Mays (1981), mendefinisikan human eror sebagai kegagalan dari
manusia untuk melakukan tugas yang telah di desain dalam batas ketepatan,
rangkaian, atau waktu tertentu. Definisi ini memang sedikit ambigu karena
mungkin tidak dapat menentukan apa yang dimaksud dengan ketepan, dan rangkaian,
dan waktu dari aktifitas yang mungkin saja dapat bervariasi tanpa menyebabkan
kesalahan.
Sedangkan Bea (1994), mendefiniasikan human
eror sebagai keberangkatan dari praktek yang dapat diterima atau diharapkan
dari suatu bagian pada setiap individu yang menghasilkan sesuatu yang tidak
dapat diterima atau diharapkan. Meskipun dapat dibilang definisi ini sangat
singkat, namun sulit untuk menentukan sebuah standart yang dapat diterima dari
suatu praktek, kecuali jika dibuat referensi khusus sebagai dasar yang tersedia
oleh suatu lembaga yang profesional.
Dalam Reason (1990), dengan pengutip Love dan Josephson (2004),
menggambarkan human eror dalam suatu
psikologis sebagai semua kesempatan dimana rangkaian aktivitas mental atau
fisik yang direncanakan tidak berjalan seperti yang diharapkan sebagaimana
seharusnya, sehingga gagal untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Dalam prakteknya yang dilakukan oleh pihak Sekda DKI Jakarta, dengan
melihat pendekatan human eror dalam
suatu psikologi, mungkin secara sederhana dapat ditarik kesimpulan bahwasannnya
rencana yang dicanangkan dalam penulisan kata Tim Sidang Pemugaran DKI Jakarta
dalam surat yang menjadi polemik tersebut, tidak berjalan seperti seharusnya,
dan gagal dalam mencapai hasil yang diharapkan.
Alih-alih demikian, dugaan yang dilayangkan oleh Ketua DPRD DKI Jakarta
sepertinya belum menghilang dari permukaan publik, walaupun secara praktek
dalam pembuatan surat tersebut telah diklarifikasi oleh pihak yang
bersangkutan, dugaan Gubernur Jakarta telah melakukan manipulasi dan
pembohongan publik patut kita jelaskan.
Di era Hitler, istilah pembohongan publik memang sangat terkenal sekali,
yaitu dengan sebutan teori propaganda the
big lie, kebohongan yang sangat intens dan masif yang dipublikasikan kepada
publik, dan lambat laut menjadi sebuah kebenaran yang diyakini. Jerman sendiri
sebagai negara kelahiran Hitler telah membuat suatu kebijakan dalam mengamankan
negaranya dari ancaman post-truth akibat
penyebaran kabar burung atau fake news.
David Buller dan Judee Burgoon, mencetuskan suatu teori yang didasari oleh
tradisi sosiopsikologis, bohong merupakan manipulasi dari sebuah informasi.
Teori ini digunakan untuk menjelaskan suatu kebohongan komunikasi seseorang
dengan cara memancing komunikan dengan informasi yang benar sehingga terjadi
terbongkarlah kenyataan bohong tersebut.
Anies menggunakan pendekatan Interpersonal Deception?
Dalam dugaan pembohongan publik yang dilayangkan oleh Ketua DPRD DKI
Jakarta kepada Gubernur DKI Jakarta, mungkin dapat dilihat melalui pendekatan Interpersonal Deception, Interpersonal
Deception merupakan teori yang sangat berguna bagi seseorang yang mencoba
melakukan tipu muslihat, atau berpikir seseorang akan melakukan tipu muslihat
kepada orang lainnya. Teori ini dapat membantu melihat kebelakang, pada situasi
yang telah lalu, guna mengevaluasi peristiwa dan perilaku komunikasi verbal
maupun non-verbal.
Dengan melihat argumentasi Anies, yang enggan menanggapi pembantahan yang
diujarkan kepadanya oleh ketua TACB, Anies Justru memberikan pernyataan lain
dengan memberikan apresiasi kepada Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan
Merdeka yang telah memberikan persetujuan penyelenggaraan ajang Formula E di
Monas. Hal inilah yang membuat sontak publik semakin bertanya-tanya, dan ini
semakin kuat mengindikasikan Anies melakukan kebohongan publik?.
Dalam teori Interpersonal Deception sendiri
menekankan pada pengevaluasian peristiwa dan komunikasi yang sudah lalu,
kemudian dapat berpikir untuk melakukan tipu muslihat lainnya. Dengan melihat
pendekatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Anies telah melakukan
pengevaluasian mengenai polemik yang terjadi sebelumnya, yaitu polemik
revitalisasi Monas, dan ia kemudian berpikir untuk melakukan manipulasi publik
guna melancarkan pagelaran Formula E di Monas.
Dengan kata lain, Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta boleh jadi memang
tidak ingin menanggapi mengenai pembantahan yang dilakukan TACB, karena akan
membuat kegaduhan-kegaduhan lainnya. Yang jelas hanya Anies yang mengetahui
alasan sebenarnya mengenai surat tersebut.
Kendati demikian, tanggapannya mengenai persoalan surat tersebut mungkin
dinanti banyak pihak, dan tanggapannya mungkin dapat memberikan klarifikasi
yang jelas dan tanpa memperkeruh keadaan, sehingga Formula E dapat
berlangsusung dengan baik dan lancar.