Analisa Politik

Analisa Politik : G7 Ganjalan Tiongkok?

  G7 2021 : Waspadai Dominasi Tiongkok? Sumber : thetimes.co.uk Baru-baru ini, para pemimpin G7 (Group of Seven) mengadakan pertemuan tatap ...

Sunday, April 5, 2020

Beda Gelora, Beda PKS


Gelora Ingin Jadi PKS-Nasionalisme

Sumber Foto : findonews
 

Partai Gelora mengakui memiliki kesamaan dengan PKS. Sebab, sebagian besar anggota dan pengurus partai Gelora merupakan mantan kader dan pengurus PKS. Namun, tetap ada perbedaan antara PKS dan Gelora, perbedaanya yaitu Gelora adalah PKS yang meng-Indonesia. Benarkah demikian?



Partai Gelombang Rakyat Indonesia atau yang di sebut Gelora merupakan partai politik baru besutan mantan politisi Partai Keadilan Sosial (PKS), Anis Matta dan Fahri Hamzah. Partai Gelora didirikan pada 28 Oktober 2019 dan dicatatkan di notaris pada 4 November 2019.

Selain Anis dan Fahri, penggagas partai ini adalah mayoritas mantan petinggi PKS, seperti Mahfudz Siddiq, Rofi Munawar, dan Achmad Rilyadi.

Di sisi lain, banyak spekulasi yang muncul, berdirinya partai Gelora adalah untuk menghadang PKS dalam kontestasi politik di Indonesia. Pasalnya, dua tokoh penggagas partai tersebut, merupakan mantan petinggi PKS dan bisa dibilang mereka adalah barisan sakit hati terhadap PKS. Meski banyak dihuni mantan kader PKS, partai Gelora menyebut dirinya berbeda dengan PKS.

Sekretaris Jendral Partai Gelora, Mahfudz Siddiq menyebut terdapat perbedaan antara partai Gelora dan PKS, Gelora lebih mengindonesia dari PKS. ia menyebut partai Gelora mengedepankan pancasila bukan Islam.

Perbedaan yang mendasari kedua partai tersebut adalah ideologi yang diusung oleh masing-masing partai, PKS lebih condong berasaskan Islam sedangkan Gelora lebih kearah nasionalis.

Partai yang dilahirkan dari ormas Garbi ini, menggabungkan konsep ideologi nasionalis relijius, selanjutnya dijadikan akronim INDEKS, yang merupakan singkatan dari Islam, Nasionalis, Demokratis, dan Kesejahteraan.

Hal tersebut menegaskan bahwa partai Gelora tidak ingin terjebak dalam isu perdebatan mengenai Islam dan nasionalisme, selain itu partai Gelora ingin terbuka kepada seluruh komponen bangsa dalam hal kaderisasi.

Jack C. Plano menyebut istilah kaderisasi sebagai pemilihan orang untuk mengisi posisi formal dan legal. Di kancah politik, proses kaderisasi digunakan untuk menyiapkan semua orang yang ingin bergabung menjadi anggota partai.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dalam menjaring kader partai, Gelora menerapkan prinsip keterbukaan terhadap seluruh komponen bangsa, dengan kata lain tidak membatasi hanya dari satu golongan saja.Umumnya kaderisasi yang dilakukan oleh partai politik adalah untuk mempersiapkan pemimpin yang matang.

Hal tersebut diungkapkan oleh Partanto dan Al Barry dalam kamus ilmiah populer yang menyebut kaderisasi dilakukan dalam rangka mendidik seseorang untuk melanjutkan tongkat estafet dari suatu partai atau organisasi.

Dengan ditanamkannya prinsip keterbukaan dalam hal kaderisasi, mampukah partai gelora menghadapi tantangan sistem demokrasi di Indonesia dengan persaingan yang ketat.



Inklusif-Moderat Partai Politik

      Hadirnya partai Gelora merupakan konsekuensi dalam demokrasi yang disepakati dan dijalankan di Indonesia. Hal tersebut Justru membuat partai-partai baru dapat menghadirkan warna dalam semarak perpolitikan di Indonesia.
      
      Partai Gelora bukan merupakan hal baru dalam proses pembelahan partai politik (Political Cleveage) di Indonesia, sebelumnya terdapat partai Nasdem dan Hanura yang merupakan pembelahan dari partai Golkar.

      Lahirnya partai Gelora sebagai pembelahan dari PKS, sangat penting untuk menguraikan bagaimana prinsip Islam nasionalis yang ditunjukan oleh partai Gelora dapat berjalan.

      Dalam konteks ini, Inclusion-moderation thesis atau disebut tesis inklusif-moderat sering digunakan untuk menjelaskannya.

      Inklusif-moderat merupakan suatu pendekatan yang digunakan oleh kelompok radikal yang berada di luar sistem yang kemudian mengurangi intensitas radikal dan mengikuti sistem melalui cara-cara yang demokratis.

      Dalam partai politik, semula berada di luar sistem (Partai Islam), kemudian mulai bergabung dalam sistem yang berkuasa dan kemudian memanfaatkan peluang untuk merebut kekuasaan. Namun, terkadang ketika telah mendapatkan kekuasaan, tidak dipungkiri mereka akan kembali kepada idealisme awalnya.

      Dalam sejarah Turki, keputusan generasi muda dari Partai Islam milli gorus yang keluar dan kemudian membentuk Partai Keadilan dan Pembangunan (Adalet ve Kalkinma Partisi atau AKP) menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat Turki. Timbulnya perpecahan di partai menjadi suatu fenomena yang belum pernah terjadi.

      Selain itu, tokoh AKP yang terkenal, yaitu Recep Tayyip Erdogan dalam praktiknya menggunakan banyak menggunakan teori inklusif-moderat untuk meraih kekuasaan, yang semula menyuarakan nilai-nilai universal, dan pro terhadap sistem barat. Hal tersebut sebenarnya salah satu strategi Turki untuk masuk dalam anggota Uni Eropa.

      Dalam konteks ini, memperlihatkan pola yang hampir sama dengan kondisi partai Gelora, yang merupakan hasil pembelahan PKS dan kemudian menganggap dalam praktiknya, partai tersebut menggunakan nilai-nilai yang lebih moderat, boleh jadi memang sedang ada upaya dari partai Gelora untuk merebut tonggak kekuasaan atau mungkin hanya untuk menghentikan laju PKS pada kontestasi politik yang akan datang.

      Sementara itu, munculnya Gelora sebagai partai calon peserta dalam kontestasi politik yang akan datang, menimbulkan spekulasi apakah sebagai partai politik yang menerapkan inklusi-moderat, dapat bersaing dalam gelaran pemilu di Indonesia serta mampu melepaskan bayang-bayang PKS terhadapnya.

Partai Gelora adalah PKS-Nasionalis


        Meskipun bisa dikatakan bahwa partai Gelora merupakan sempalan PKS. Namun, terdapat berbagai usaha dalam diri partai tersebut untuk dapat mengubah persepsi publik tehadapnya.

        Menurut, Ridho Imawan Hanafi dalam The Emergence and Challenges of New Political Parties in 2019 Election, menyebut partai baru yang terbentuk karena adanya pembelahan partai dan menjadi alat tokoh politik untuk bisa meraih kekuasaan dan menjadi elite.

        Sejatinya, hadirnya partai Gelora merupakan dampak dari adanya perpecahan internal di kubu PKS, perpecahan ini pastinya di tenggarai karena banyaknya pihak yang ingin mengatur dan berkuasa di PKS.

        Kendati Anis dan Fahri yang ingin berkuasa tentu tidak akan tercapai apabila masuk ke dalam PKS, maka pembentukan partai Gelora dianggap solusi yang tepat, dengan lebih menggeser asas partai kearah partai Islam-nasionalis.

        Pergeseran politik partai Gelora tampak terlihat dari sistem kaderisasi dan struktur organisasi yang ditunjukkannya, sistem tersebut dibangun atas dasar rumusan model manusia Indonesia yang relijius, berpengetahuan dan sejahtera. Hal tersebut yang membuat partai Gelora berprinsip pluralisme.

        Kemudian, dalam struktur organisasi partai Gelora mengubah istilah Dewan Syura yang biasa disebut dalam PKS, mengubahnya dengan sebutan Majelis Permusyawaratan Nasional.

        Dengan demikian, pergeseran yang ditunjukan partai tersebut kearah yang lebih moderat dan menekan nilai-nilai kebangsaan, akankah mampu bersaing dalam sistem demokrasi Indonesia.

        Dalam konteks demokrasi di Indonesia, nampak sudah menjadi suatu perkara yang berat, apabila partai baru akan melenggang ke Senayan.

        Pasalnya, partai-partai yang memiliki kekuatan modal besar saja, sangat sulit untuk dapat merebut hati masyarakat dan merebut kursi kepemimpinan, seperti Perindo yang secara modal finansial, partai tersebut memiliki dana kampanye yang besar yaitu hampir mencapai 90 miliar.

        Selain itu, partai Berkarya juga mengalami hambatan yang besar dalam mengikuti kontestasi pemilu 2019. Walaupun secara modal ketokohan, partai tersebut sangat besar yaitu bermodalkan ketokohan Soeharto.

        Dengan begitu, minimnya modal politik yang dimiliki partai Gelora nampaknya belum mampu untuk lolos dalam gelaran pemilu yang akan datang.

        Partai gelora secara modal ketokohan Anis Matta pun dirasa belum cukup untuk menandingi elite politik partai lain dan kemudian secara pendanaan partai pun belum jelas adanya dan dari mana asal usulnya.

        Di sisi lain, partai Gelora belum memiliki warna khas yang benar-benar akan menjadi pembeda dengan partai-partai lainnya yang sudah lebih dulu ada, hal tersebut menjadikan partai Gelora sangat sulit untuk mengambil postioning dalam memarketingnya.

        Pemilu 2024 merupakan salah satu momentum bagi Gelora untuk membuktikan bahwa Gelora mampu bersaing di luar bayang-bayang PKS.   



"Bila pencungkilan mata di balas dengan mencukil mata, seluruh dunia akan menjadi buta." Adolf Hitler