Analisa Politik

Analisa Politik : G7 Ganjalan Tiongkok?

  G7 2021 : Waspadai Dominasi Tiongkok? Sumber : thetimes.co.uk Baru-baru ini, para pemimpin G7 (Group of Seven) mengadakan pertemuan tatap ...

Sunday, March 29, 2020

Pemerintah Gandeng Influencer Lawan Corona


Pemerintah Gandeng Influencer Lawan Corona

Sumber Foto : Mediaindonesia.com


Pemerintah bakal mengucurkan dana Rp72 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 untuk influencer. Dana itu merupakan bagian dari insentif yang diberikan pemerintah untuk sektor pariwisata demi menangkal dampak 'infeksi' virus corona terhadap ekonomi domestik. Namun, tak sedikit pihak yang menanyakan motif keputusan tersebut, Pasalnya dana yang diberikan kepada influencer sebagai insentif terbilang besar. Maka, dengan menggaet influencer, Indonesia mampu untuk meredam corona, dan berhasil mengembalikan perekonomian Indonesia?


Pada akhir tahun 2019, Tiongkok mendapatkan sorotan dari berbagai media Internasional mengenai adanya temuan wabah penyakit baru yang disebut virus corona atau Covid-2019 yang telah memakan banyak korban hingga ratusan ribu orang.

Virus tersebut diketahui sudah menyebar ke mancanegara, bahkan hingga ke Eropa. Dalam hal ini tidak terkecuali Indonesia, Jumlah warga Indonesia yang terjangkit virus corona saat ini telah berjumlah 19 pasien.

Menurut Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan corona, Achmad Yurianto menyebut terdapat 19 warga Indonesia yang sudah terkonfirmasi positif corona. Hal tersebut membuktikan bahwasannya virus corona telah menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia dan telah memicu hadirnya dampak lain yang dirasakan pemerintah sendiri. 

Di sisi lain, sepertinya Indonesia justru mendapatkan dampak lain yang timbul dari virus tersebut, yaitu perekonomian Indonesia yang melemah.

Dampak perekonomian yang dirasakan Indonesia rupanya mendapatkan banyak perhatian khusus dari Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dan juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Baru-baru ini, pemerintah rupanya telah menyiapkan strategi baru untuk meredam corona, Strategi yang digunakan pemerintah untuk menjulang kembali perekonomian Indonesia akibat dampak corona yaitu dengan menggaet influencer media sosial, yang diharap dapat memberikan pengaruh di masyarakat dengan mengucurkan dana sebesar 72 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. 

Strategi pemerintah dalam meredam dampak corona tersebut, sepertinya menuai banyak kritik dari berbagai kalangan, salah satunya yaitu Ekonom Senior, Rizal Ramli.

Ia menyebut cara pemerintah dalam menanggulangi dampak corona terhadap ekonomi Indonesia terbilang keliru, ia memberikan saran bahwa sebaik-baiknya cara untuk meredam penyebaran corona adalah dengan melakukan mitigasi yang terukur. Dari pada harus membuang dana dengan percuma, dan dampak yang diharapkannya pun belum tentu sesuai dengan apa yang diberikan. 

Senada dengan Rizal, Ketua DPP Partai Demokrat, Jensen Sitindaon menyebut bahwa strategi pemerintah dengan menggaet influencer hanya sebatas membuang dana. Pasalnya, apabila negara asal wisatawan asing mengeluarkan warning travel, hal tersebut akan menjadi percuma. 

Hal tersebut, mengisyaratkan bahwa seharusnya pemerintah dalam merancang strategi dalam meredam dampak corona di bidang ekonomi harus lebih melihat kondisi suatu negara untuk dapat mendeteksi apakah negara-negara sedang mengalami warning travel atau tidak.

Melihat lebih dalam konteks yang terjadi, sepintas terlihat seperti pemerintah terlalu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan dan tidak menghitungkan untung ruginya.

Oleh karena itu, seharusnya pemerintah lebih berhati-hati dalam menggunakan dana APBN, apalagi dana tersebut di berikan kepada influencer yang belum pasti dapat memberikan dampak positif terhadap pemulihan pariwisata Indonesia, ataukah justru akan memberikan dampak negatif atau stigma buruk masyarakat terhadap pemerintah Indonesia.

Influencer Di Nilai Akan Menjadi Buzzer

            Persoalan strategi yang dilakukan pemerintah dalam meredam dampak virus corona, sepertinya akan memberikan efek lebih, pasalnya banyak pihak yang menganggap istilah  influencer sebagai hal yang buruk dan dianggap nantinya akan menjadi buzzer pemerintah dalam berbagai hal yang menyangkut kebijakan publik.

Menurut Center for Inovation Policy and Governance (CIPG) dalam penelitian Di Balik Fenomena Buzzer, menyebut buzzer merupakan salah satu alat yang digunakan oleh perusahaan untuk kepentingan promosi. 

           Kendati sebagai alat promosi, buzzer juga digunakan sebagai alat politik untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas tokoh atau partai politik tertentu.

            Pada gelaran Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012, buzzer digunakan pasangan Jokowi-Ahok untuk menjadi pendongkrak popularitas pasangan tersebut dengan cara mengkonsolidasikan dan membentuk jaringan relawan digital untuk mendorong segala bentuk wacana politik yang ada.

            Kemampuan buzzer dalam menjaring kekuatan di media sosial memiliki potensi yang relatif besar dalam jaringan sosial. Grannovetter dalam teori jaringan, menyebut jaringan sosial menjelaskan bagaimana satu individu saling terhubung dengan individu yang lainnya.

             Artinya, dengan semua orang dapat terhubung melalui sebuah jaringan, maka buzzer dapat secara langsung dapat mempengaruhi individu lain yang tergabung dengan kemampuan yang dimilikinya.

            Secara teoritis fenomena tersebut dapat dipahami melalui teori Opinion Leader dan Hierarchy of Influence, yang menyebut dalam jaringan sosial terdapat individu yang memiliki kapasitas untuk mempengaruhi individu lain. Dan dalam tatanan tersebut buzzer dapat dikatakan sebagai seorang Opinion Leader yang dapat memberikan pengaruh.

Menurut Analis Media Sosial Drone Empirit and Karnels Indonesia, Ismail Fahmi menyebut istilah buzzer bukan merupakan hal baru yang digunakan oleh pemerintah. Ia menyebut pemerintah pernah menggunakan buzzer untuk menjawab kritik masyarakat terhadap pemerintah. 

Dalam konteks pemerintah menggunakan buzzer, memang bukan suatu hal yang baru. Pasalnya, pemerintah juga pernah menggunakan buzzer sebagai alat untuk menutupi adanya kritikan dari masyarakat terhadap pemerintah di media sosial pada tahun 2014. Hal tersebut, seperti menunjukan bahwa pemerintah sedang memelihara buzzer untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam pemerintahan.

Dengan demikian, langkah pemerintah menggaet influencer untuk menutup gerakan sosial, penggunaannya memang cukup efektif, akan tetapi apabila dibenturkan dalam hal promosi pariwisata, apakah akan mampu untuk menarik para wisatawan datang ke Indonesia.

Strategi Pemerintah Keliru


Di tengah usaha pemerintah dalam meredam dampak corona yang menyerang sektor pariwisata Indonesia, sepertinya pemerintah harus terus mengkaji perihal influencer yang dijadikan alat untuk meredam corona.

Kendati, teknologi digital merupakan fenomena yang mampu mendorong perubahan di semua aspek kehidupan, akan tetapi kemudahan bukanlah satu-satunya alasan seseorang menggunakan sebuah jasa atau layanan.

Berangkat dari pemahaman mengenai influencer merupakan buzzer pemerintah yang biasanya dijadikan alat untuk mengentaskan kritik di kalangan masyarakat. Dapat dipahami bahwa dalam konteks promosi pariwisata memiliki perbedaan yang mencolok.

Dalam kegiatan promosi pariwisata perlu disesuaikan dengan berbagagai aspek; psikologi, budaya, ekonomi, media, teknologi dan kebijakan suatu tempat atau negara. Ditinjau dari beberapa aspek tersebut, Indonesia nyatanya masih memiliki kelemahan.

Menparekraf, Wishnutama menyebut terdapat lima kelemahan yang harus dibenahi, yaitu bidang lingkungan yang berkelanjutan, kesehatan dan kebersihan, infrastruktur pariwisata, kemudian keamanan. 

Dengan demikian, persoalan ini sebenarnya harus diberi porsi perhatian lebih oleh pemerintah ketika akan membuat kebijakan baru. Pasalnya lima kelemahan yang dimiliki Indonesia dalam sektor pariwisata tersebut sangatlah penting, khususnya yang menyangkut keamanan pariwisata di Indonesia.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, menyebut pentingnya keamanan pariwisata di Indonesia merupakan salah satu cara meningkatkan jumlah wisatawan yang ada di Indonesia yang akan datang. 

Dengan demikian, penyusunan strategi pemerintah dalam meredam dampak yang diberikan akibat corona terhadap sektor Pariwisata, seharusnya lebih memperhatikan dan menyesuaikan dengan kelemahan yang dimiliki Indonesia.

Atas hal ini, pandangan John M. Bryson dalam Intenational Public Management menyebut dalam merencanakan strategi harus sesuai dengan isu strategis yang hendaknya dipecahkan terlebih dahulu.

Dalam konteks ini, apabila pemerintah menyadari bahwa masih tedapat kelemahan yang dimiliki, maka sepatutnya pemerintah lebih memprioritaskan pada pembenahan pariwisata, dari pada harus membuang anggaran sebesar 72 miliar untuk memberikan insentif kepada influencer.

Hal tersebut mestinya dijadikan landasan kajian dalam merumbukkan suatu strategi, apalagi ini merupakan suatu hal yang menyangkut tentang perekonomian negara.


"Jika Anda Mengetakan apa yang anda pikirkan. Jangan harap cuma mendengar apa yang anda sukai". (Malcom S. Forbes)


Reference :
  1. https://nasional.kompas.com/read/2020/03/09/18060261/jumlah-bertambah-19-pasien-di-indonesia-positif-virus-corona
  2. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200225172035-532-478022/redam-dampak-virus-corona-jokowi-beri-influencer-rp72-m
  3. https://ekbis.rmol.id/read/2020/02/25/422891/kucurkan-rp-72-miliar-untuk-influencer-redam-dampak-covid-19-rizal-ramli-menko-ekonomi-ngawur
  4. https://www.wartaekonomi.co.id/read273938/heboh-promo-influencer-rp72-miliar-demokrat-koar-koar
  5. https://tagar.id/tujuan-jokowi-bayar-influencer-rp-72-miliar
  6. https://news.detik.com/berita/d-4733188/analis-drone-emprit-sebut-buzzer-buat-pemerintah-tak-bisa-dengarkan-kritik
  7. https://travel.tempo.co/read/1308943/menaikkan-kunjungan-turis-inbound-ini-strategi-kemenparekraf
  8. https://republika.co.id/berita/q46vpi370/luhut-tidak-boleh-ada-emfearem-di-wisata-indonesia

INFOGRAFIS




Anies Polemik Pagelaran Formula E

Anies dan Polemik Pagelaran Formula E 

Sumber Foto : Indosport.com

“Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan telah melayangkan Surat kepada Menteri Sekertaris Negara, yang juga Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka, tentang penggunaan wilayah Monumen Nasional sebagai tempat pagelaran Formula E atas rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta. Namun, hal tersebut dibantah oleh Ketua TACB DKI Jakarta Mundardjito yang merasa tidak memberikan rekomendasi itu. Atas kejadian tersebut, Ketua DPRD DKI Jakarta menilai ada manipulasi yang terjadi dan Gubernur DKI Jakarta telah melakukan Pembohongan Publik. Benarkah demikian?”


Sebelum adanya polemik tentang pagelaran Formula E yang akan diberlangsungkan di Monumen Nasional (Monas), peristiwa revitalisasi Monas lebih dahulu mencuat kepermukaan publik, pasalnya revitalisasi Monas tersebut memiliki atensi yang kuat dari publik yang menulai proyek tersebut benar-benar menjadi sangat rumit. Dan banyak pihak yang menuduh pihak Pemprov DKI Jakarta yang terlalu pengabaikan lingkungan sekitar Monas. Dan terdapat ancaman yang dilakukan oleh berbagai pihak, khususnya DPRD DKI Jakarta terhadap Gubernur DKI Jakarta.

Ancaman yang dilayangkan DPRD DKI Jakarta kepada Gubernur Jakarta, berupa ancaman hukum yang akan dijeratkan kepada Gubernur DKI Jakarta, apabila terus mengabaikan kritiknya dan terus menjalankan proyek revitalisasi Monas tersebut. Selain DPRD DKI Jakarta, Menteri Sekertaris Negara (Mensesneg) juga menyoroti peristiwa tersebut, pasalnya Mensesneg memiliki wewenang dalam proses revitalisasi monas, dan memiliki prosedur perizinan yang harus dilakukan pihak Pemprov DKI Jakarta kepada Mensesneg.

Setelah panjangnya polemik yang berlangsung dalam peristiwa revitalisasi Monas, yang berujung pada kembalinya keberlangsungan proyek revitaslisasi Monas, Polemik barupun muncul kembali di permukaan publik, yaitu mengenai pegelaran Formula E yang dicanagkan akan berlangsung di Monas. Polemik soal Monas kembali mencuat setelah Gubernur DKI Jakarta melayangkan surat kepada Mensesneg yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka.

Surat Kontroversi Gubernur DKI Jakarta


Baru-baru ini publik dikejutkan dengan pemberitaan Surat Kontroversi yang dilayangkan Gubernur DKI Jakarta kepada Mensesneg dan Ketua Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. Dalam surat yang bernomor 61/-1.857.23 itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut berbagai pihak yang memberikan rekomendasi di gelarnya Formula E 2020 di kawasan tersebut.

Anies menegaskan dalam surat tersebut, dalam rangka menjaga fungsi kelestarian lingkungan dan cagar budaya di kawasan Medan Merdeka dalam pelaksanaannya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memperoleh rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi DKI Jakarta, hal ini menjadi polemik usai Mundardjito sebagai Ketua TACB DKI Jakarta membantah perihal rekomendasi yang diberikannya kepada Pemprov DKI Jakarta, ia menegaskan bahwasannya tidak pernah mengkaji perihal pagelaran Formula E tersebut, dan apalagi menerbitkan rekomendasi penyelenggaraannya di kawasan Monas yang memiliki notabene sebagai kawasan cagar budaya.

Disisi lain, Ketua DPRD DKI Jakarta menungkapkan bahwa, sebagai ketua dewan dari fraksi kami, melihat ada manipulasi lagi, seakan-akan Kepala Cagar Budaya ini mengiyakan, padahal belum dikonfirmasi oleh pihaknya, setelah ia datang ke Istana untuk bertemu dan menginformasikan kebenaran surat tersebut. Dan Sekertaris Mensesneg, Setya Utama membenarkan Surat dari Anies tersebut, dan ia juga mengaku belum mengetahui bahwa Pemprov DKI Jakarta sebenarnya belum mendapat rekomendasi dari TACB.

Dan dengan demikian, Ketua DPRD DKI Jakarta, menegaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta harus membatalkan gelaran Formula E 2020 tersebut di Monas, karena belum mengantongi rekomendasi dari TACB. Dan iapun memberikan rekomendasi kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menggelar Formula E tersebut, dikawasan Ancol, Jakarta Utara.

Menanggapi persoalan surat kontroversi tersebut, pihak Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta mengaku bahwa ada kesalahan dalam penulisan surat Anies kepada Mensesneg mengenai persoalan gelaran Formula E 2020 di monas.

Salah Ketik atau Pembohongan Publik?


Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah memberikan klarifikasinya mengenai persoalan salah ketik, dan mengakui ada kesalahan dalam penerbitan rekomendasi yang dilakukan oleh Tim Sidang Pemugran DKI Jakarta, dan bukan TACB. Melihat dari adanya klarifikasi yang dilakukan oleh pihak Sekda DKI Jakarta, dapat ditinjau melalui pendekatan teori human eror.

Dalam Love dan Josephson (2004), Hagan dan Mays (1981), mendefinisikan human eror sebagai kegagalan dari manusia untuk melakukan tugas yang telah di desain dalam batas ketepatan, rangkaian, atau waktu tertentu. Definisi ini memang sedikit ambigu karena mungkin tidak dapat menentukan apa yang dimaksud dengan ketepan, dan rangkaian, dan waktu dari aktifitas yang mungkin saja dapat bervariasi tanpa menyebabkan kesalahan.

Sedangkan Bea (1994), mendefiniasikan human eror sebagai keberangkatan dari praktek yang dapat diterima atau diharapkan dari suatu bagian pada setiap individu yang menghasilkan sesuatu yang tidak dapat diterima atau diharapkan. Meskipun dapat dibilang definisi ini sangat singkat, namun sulit untuk menentukan sebuah standart yang dapat diterima dari suatu praktek, kecuali jika dibuat referensi khusus sebagai dasar yang tersedia oleh suatu lembaga yang profesional.

Dalam Reason (1990), dengan pengutip Love dan Josephson (2004), menggambarkan human eror dalam suatu psikologis sebagai semua kesempatan dimana rangkaian aktivitas mental atau fisik yang direncanakan tidak berjalan seperti yang diharapkan sebagaimana seharusnya, sehingga gagal untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Dalam prakteknya yang dilakukan oleh pihak Sekda DKI Jakarta, dengan melihat pendekatan human eror dalam suatu psikologi, mungkin secara sederhana dapat ditarik kesimpulan bahwasannnya rencana yang dicanangkan dalam penulisan kata Tim Sidang Pemugaran DKI Jakarta dalam surat yang menjadi polemik tersebut, tidak berjalan seperti seharusnya, dan gagal dalam mencapai hasil yang diharapkan.

Alih-alih demikian, dugaan yang dilayangkan oleh Ketua DPRD DKI Jakarta sepertinya belum menghilang dari permukaan publik, walaupun secara praktek dalam pembuatan surat tersebut telah diklarifikasi oleh pihak yang bersangkutan, dugaan Gubernur Jakarta telah melakukan manipulasi dan pembohongan publik patut kita jelaskan.

Di era Hitler, istilah pembohongan publik memang sangat terkenal sekali, yaitu dengan sebutan teori propaganda the big lie, kebohongan yang sangat intens dan masif yang dipublikasikan kepada publik, dan lambat laut menjadi sebuah kebenaran yang diyakini. Jerman sendiri sebagai negara kelahiran Hitler telah membuat suatu kebijakan dalam mengamankan negaranya dari ancaman post-truth akibat penyebaran kabar burung atau fake news.

David Buller dan Judee Burgoon, mencetuskan suatu teori yang didasari oleh tradisi sosiopsikologis, bohong merupakan manipulasi dari sebuah informasi. Teori ini digunakan untuk menjelaskan suatu kebohongan komunikasi seseorang dengan cara memancing komunikan dengan informasi yang benar sehingga terjadi terbongkarlah kenyataan bohong tersebut.

Anies menggunakan pendekatan Interpersonal Deception?


Dalam dugaan pembohongan publik yang dilayangkan oleh Ketua DPRD DKI Jakarta kepada Gubernur DKI Jakarta, mungkin dapat dilihat melalui pendekatan Interpersonal Deception, Interpersonal Deception merupakan teori yang sangat berguna bagi seseorang yang mencoba melakukan tipu muslihat, atau berpikir seseorang akan melakukan tipu muslihat kepada orang lainnya. Teori ini dapat membantu melihat kebelakang, pada situasi yang telah lalu, guna mengevaluasi peristiwa dan perilaku komunikasi verbal maupun non-verbal.

Dengan melihat argumentasi Anies, yang enggan menanggapi pembantahan yang diujarkan kepadanya oleh ketua TACB, Anies Justru memberikan pernyataan lain dengan memberikan apresiasi kepada Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka yang telah memberikan persetujuan penyelenggaraan ajang Formula E di Monas. Hal inilah yang membuat sontak publik semakin bertanya-tanya, dan ini semakin kuat mengindikasikan Anies melakukan kebohongan publik?.

Dalam teori Interpersonal Deception sendiri menekankan pada pengevaluasian peristiwa dan komunikasi yang sudah lalu, kemudian dapat berpikir untuk melakukan tipu muslihat lainnya. Dengan melihat pendekatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Anies telah melakukan pengevaluasian mengenai polemik yang terjadi sebelumnya, yaitu polemik revitalisasi Monas, dan ia kemudian berpikir untuk melakukan manipulasi publik guna melancarkan pagelaran Formula E di Monas.

Dengan kata lain, Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta boleh jadi memang tidak ingin menanggapi mengenai pembantahan yang dilakukan TACB, karena akan membuat kegaduhan-kegaduhan lainnya. Yang jelas hanya Anies yang mengetahui alasan sebenarnya mengenai surat tersebut.
Kendati demikian, tanggapannya mengenai persoalan surat tersebut mungkin dinanti banyak pihak, dan tanggapannya mungkin dapat memberikan klarifikasi yang jelas dan tanpa memperkeruh keadaan, sehingga Formula E dapat berlangsusung dengan baik dan lancar.

"Dunia ialah Panggung Komedi untuk Mereka yang Memikirkannya dan Tragedi untuk Mereka yang Merasakannya". (Harace Walpole)