Pemerintah Gandeng Influencer Lawan Corona
![]() |
Sumber Foto : Mediaindonesia.com |
Pemerintah
bakal mengucurkan dana Rp72 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) 2020 untuk influencer. Dana itu merupakan bagian dari insentif yang diberikan
pemerintah untuk sektor pariwisata demi menangkal dampak 'infeksi' virus corona terhadap ekonomi domestik. Namun, tak sedikit pihak yang
menanyakan motif keputusan tersebut, Pasalnya dana yang diberikan kepada influencer sebagai insentif terbilang besar. Maka, dengan
menggaet influencer, Indonesia mampu
untuk meredam corona, dan berhasil mengembalikan perekonomian Indonesia?
Pada akhir tahun 2019, Tiongkok
mendapatkan sorotan dari berbagai media Internasional mengenai adanya temuan
wabah penyakit baru yang disebut virus corona atau Covid-2019 yang telah
memakan banyak korban hingga ratusan ribu orang.
Virus tersebut diketahui sudah
menyebar ke mancanegara, bahkan hingga ke Eropa. Dalam hal ini tidak terkecuali
Indonesia, Jumlah warga Indonesia yang
terjangkit virus corona saat ini telah berjumlah 19 pasien.
Menurut
Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan corona, Achmad Yurianto menyebut
terdapat 19 warga Indonesia yang sudah terkonfirmasi positif corona. Hal
tersebut membuktikan bahwasannya virus corona telah menyebar ke beberapa
wilayah di Indonesia dan telah memicu hadirnya dampak lain yang dirasakan
pemerintah sendiri.
Di sisi
lain, sepertinya Indonesia justru mendapatkan dampak lain yang timbul dari
virus tersebut, yaitu perekonomian Indonesia yang melemah.
Dampak perekonomian yang dirasakan
Indonesia rupanya mendapatkan banyak perhatian khusus dari Presiden Indonesia
Joko Widodo (Jokowi) dan juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga
Hartarto.
Baru-baru ini, pemerintah rupanya
telah menyiapkan strategi baru untuk meredam corona, Strategi yang digunakan
pemerintah untuk menjulang kembali perekonomian Indonesia akibat dampak corona
yaitu dengan menggaet influencer media
sosial, yang diharap dapat memberikan pengaruh di masyarakat dengan mengucurkan
dana sebesar 72 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.
Strategi pemerintah dalam meredam
dampak corona tersebut, sepertinya menuai banyak kritik dari berbagai kalangan,
salah satunya yaitu Ekonom Senior, Rizal Ramli.
Ia menyebut cara pemerintah dalam
menanggulangi dampak corona terhadap ekonomi Indonesia terbilang keliru, ia
memberikan saran bahwa sebaik-baiknya cara untuk meredam penyebaran corona
adalah dengan melakukan mitigasi yang terukur. Dari pada harus membuang dana
dengan percuma, dan dampak yang diharapkannya pun belum tentu sesuai dengan apa
yang diberikan.
Senada dengan Rizal, Ketua DPP
Partai Demokrat, Jensen Sitindaon menyebut bahwa strategi pemerintah dengan
menggaet influencer hanya sebatas
membuang dana. Pasalnya, apabila negara asal wisatawan asing mengeluarkan warning travel, hal tersebut akan
menjadi percuma.
Hal tersebut, mengisyaratkan bahwa
seharusnya pemerintah dalam merancang strategi dalam meredam dampak corona di bidang ekonomi harus lebih melihat
kondisi suatu negara untuk dapat mendeteksi apakah negara-negara sedang
mengalami warning travel atau tidak.
Melihat lebih dalam konteks yang
terjadi, sepintas terlihat seperti pemerintah terlalu tergesa-gesa dalam
mengambil keputusan dan tidak menghitungkan untung ruginya.
Oleh karena itu, seharusnya
pemerintah lebih berhati-hati dalam menggunakan dana APBN, apalagi dana
tersebut di berikan kepada influencer yang
belum pasti dapat memberikan dampak positif terhadap pemulihan pariwisata
Indonesia, ataukah justru akan memberikan dampak negatif atau stigma buruk masyarakat terhadap pemerintah Indonesia.
Influencer Di Nilai Akan
Menjadi Buzzer
Persoalan
strategi yang dilakukan pemerintah dalam meredam dampak virus corona,
sepertinya akan memberikan efek lebih, pasalnya banyak pihak yang menganggap istilah influencer sebagai hal yang buruk dan dianggap nantinya akan
menjadi buzzer pemerintah dalam berbagai hal yang menyangkut kebijakan publik.
Menurut Center for Inovation Policy
and Governance (CIPG) dalam penelitian Di
Balik Fenomena Buzzer, menyebut buzzer
merupakan salah satu alat yang digunakan oleh perusahaan untuk kepentingan
promosi.
Kendati
sebagai alat promosi, buzzer juga
digunakan sebagai alat politik untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas
tokoh atau partai politik tertentu.
Pada gelaran
Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012, buzzer
digunakan pasangan Jokowi-Ahok untuk menjadi pendongkrak popularitas
pasangan tersebut dengan cara mengkonsolidasikan dan membentuk jaringan relawan
digital untuk mendorong segala bentuk wacana politik yang ada.
Kemampuan buzzer dalam menjaring kekuatan di media
sosial memiliki potensi yang relatif besar dalam jaringan sosial. Grannovetter
dalam teori jaringan, menyebut jaringan sosial menjelaskan bagaimana satu
individu saling terhubung dengan individu yang lainnya.
Artinya, dengan semua orang dapat terhubung
melalui sebuah jaringan, maka buzzer dapat
secara langsung dapat
mempengaruhi individu lain yang tergabung dengan kemampuan yang dimilikinya.
Secara
teoritis fenomena tersebut dapat dipahami melalui teori Opinion Leader dan Hierarchy
of Influence, yang menyebut dalam jaringan sosial terdapat individu yang
memiliki kapasitas untuk mempengaruhi individu lain. Dan dalam tatanan tersebut
buzzer dapat dikatakan sebagai
seorang Opinion Leader yang dapat
memberikan pengaruh.
Menurut Analis Media Sosial Drone
Empirit and Karnels Indonesia, Ismail Fahmi menyebut istilah buzzer bukan merupakan hal baru yang
digunakan oleh pemerintah. Ia menyebut pemerintah pernah menggunakan buzzer untuk menjawab kritik masyarakat
terhadap pemerintah.
Dalam konteks pemerintah menggunakan
buzzer, memang bukan suatu hal yang
baru. Pasalnya, pemerintah juga pernah menggunakan buzzer sebagai alat untuk menutupi adanya kritikan dari masyarakat
terhadap pemerintah di media sosial pada tahun 2014. Hal tersebut, seperti menunjukan
bahwa pemerintah sedang memelihara buzzer
untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam pemerintahan.
Dengan demikian, langkah pemerintah
menggaet influencer untuk menutup
gerakan sosial, penggunaannya memang cukup efektif, akan tetapi apabila
dibenturkan dalam hal promosi pariwisata, apakah akan mampu untuk menarik para
wisatawan datang ke Indonesia.
Strategi Pemerintah Keliru
Di tengah usaha pemerintah dalam
meredam dampak corona yang menyerang sektor pariwisata Indonesia, sepertinya
pemerintah harus terus mengkaji perihal influencer
yang dijadikan alat untuk meredam corona.
Kendati, teknologi digital
merupakan fenomena yang mampu mendorong perubahan di semua aspek kehidupan,
akan tetapi kemudahan bukanlah satu-satunya alasan seseorang menggunakan sebuah
jasa atau layanan.
Berangkat dari pemahaman mengenai influencer merupakan buzzer pemerintah yang biasanya
dijadikan alat untuk mengentaskan kritik di kalangan masyarakat. Dapat dipahami
bahwa dalam konteks promosi pariwisata memiliki perbedaan yang mencolok.
Dalam kegiatan promosi pariwisata
perlu disesuaikan dengan berbagagai aspek; psikologi, budaya, ekonomi, media,
teknologi dan kebijakan suatu tempat atau negara. Ditinjau dari beberapa aspek
tersebut, Indonesia nyatanya masih memiliki kelemahan.
Menparekraf, Wishnutama menyebut
terdapat lima kelemahan yang harus dibenahi, yaitu bidang lingkungan yang
berkelanjutan, kesehatan dan kebersihan, infrastruktur pariwisata, kemudian
keamanan.
Dengan demikian, persoalan ini
sebenarnya harus diberi porsi perhatian lebih oleh pemerintah ketika akan
membuat kebijakan baru. Pasalnya lima kelemahan yang dimiliki Indonesia dalam
sektor pariwisata tersebut sangatlah penting, khususnya yang menyangkut
keamanan pariwisata di Indonesia.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
Luhut Binsar Panjaitan, menyebut pentingnya keamanan pariwisata di Indonesia
merupakan salah satu cara meningkatkan jumlah wisatawan yang ada di Indonesia
yang akan datang.
Dengan demikian, penyusunan strategi pemerintah dalam meredam
dampak yang diberikan akibat corona terhadap sektor Pariwisata, seharusnya
lebih memperhatikan dan menyesuaikan dengan kelemahan yang dimiliki Indonesia.
Atas hal ini, pandangan John M. Bryson dalam Intenational
Public Management menyebut dalam merencanakan strategi harus sesuai dengan isu
strategis yang hendaknya dipecahkan terlebih dahulu.
Dalam konteks ini, apabila pemerintah menyadari bahwa masih
tedapat kelemahan yang dimiliki, maka sepatutnya pemerintah lebih memprioritaskan
pada pembenahan pariwisata, dari pada harus membuang anggaran sebesar 72 miliar
untuk memberikan insentif kepada influencer.
Hal tersebut mestinya dijadikan landasan kajian dalam
merumbukkan suatu strategi, apalagi ini merupakan suatu hal yang menyangkut
tentang perekonomian negara.
"Jika Anda Mengetakan apa yang anda pikirkan. Jangan harap cuma mendengar apa yang anda sukai". (Malcom S. Forbes)
Reference :
- https://nasional.kompas.com/read/2020/03/09/18060261/jumlah-bertambah-19-pasien-di-indonesia-positif-virus-corona
- https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200225172035-532-478022/redam-dampak-virus-corona-jokowi-beri-influencer-rp72-m
- https://ekbis.rmol.id/read/2020/02/25/422891/kucurkan-rp-72-miliar-untuk-influencer-redam-dampak-covid-19-rizal-ramli-menko-ekonomi-ngawur
- https://www.wartaekonomi.co.id/read273938/heboh-promo-influencer-rp72-miliar-demokrat-koar-koar
- https://tagar.id/tujuan-jokowi-bayar-influencer-rp-72-miliar
- https://news.detik.com/berita/d-4733188/analis-drone-emprit-sebut-buzzer-buat-pemerintah-tak-bisa-dengarkan-kritik
- https://travel.tempo.co/read/1308943/menaikkan-kunjungan-turis-inbound-ini-strategi-kemenparekraf
- https://republika.co.id/berita/q46vpi370/luhut-tidak-boleh-ada-emfearem-di-wisata-indonesia