Laut
China Selatan : Kepulauan Spratly Kembali Memanas!!!
Nasrul Faiz
(Mahasiswa Paramadina Graduate School of Diplomacy)
 |
Source: Britannicca.com
|
Rabu, 21 April 2021, Di tengah gejolak Covid-19 yang belum berkesudahan,
situasi di kawasan Laut China Selatan (LCS) kembali memanas, hal ini dipicu
dengan adanya kapal yang diawaki oleh milisi militer China di kawasan perairan
kepulauan Spratly. (South China Morning Post, 14/4/2021). Merespon hal
tersebut, pemerintah Filipina kemudian bersiap untuk mengirimkan kapal
militernya untuk mengajukan klaimnya atas bagian perairan yang disengketakan.
(Reuters, 19/4/2021)
Merunut pada insiden tersebut, konflik klaim antara China
dan Filipina di kepulauan Spratly tersebut sebenarnya sudah terjadi sejak lama.
Hal ini mengindikasikan bahwa resolusi konflik di kawasan tersebut belum juga
menemukan titik terang, dan banyak yang menyebutkan bahwa keberlanjutan
ketegangan ini ditenggarai kehadiran Amerika Serikat di LCS. (New York Times,
21/4/2020).
Lebih jauh melihat berbagai insiden dalam konflik kawasan
tersebut, secara tidak langsung telah memberikan implikasi bagi ASEAN sebagai
asosiasi yang menaungi negara-negara di Asia Tenggara, dimana selain Filipina,
beberapa anggota lainnya juga berselisih dengan China, dan seharusnya ditengah ketegangan
yang terjadi, ASEAN dapat hadir sebagai penengah, guna mempertahankan
integritas, khususnya dalam melindungi anggotanya demi stabilitas kawasan.
(Victor, 2020).
Implikasi lain juga muncul dalam konflik di kepulauan
Spratly tersebut, tidak terkecuali terhadap Indonesia, meskipun Indonesia bukan
menjadi negara yang mengklaim kawasan tersebut. Namun, implikasi yang muncul
terhadap Indonesia yaitu adanya potensi konflik bersenjata yang akan mengganggu
stabilitas kawasan. (Marsetio, 2018) hal tersebut yang kemudian juga akan
menempatkan Indonesia dalam kondisi dilema, khususnya mengenai hubungan
diplomatiknya dengan China.
Dan dengan pemahaman yang lebih dalam, melihat ketegangan
yang terjadi di LCS Khususnya dalam konflik klaim kepulauan Spratly, pendekatan
Holsti dapat memberikan justifikasi secara terbuka bahwa adanya kepentingan
nasional, dimana dua negara berlomba untuk mendapatkan otonominya. (Affianty,
2015). Dengan demikian baik ASEAN maupun Indonesia dan negara ASEAN lainnya,
harus lebih memberikan pemahaman tentang pentingnya suatu stabilitas kawasan
dan juga terus mengkampanyekan pentingnya menghormati hukum Internasional serta
mengadakan diplomasi multilateralisme yang intens.
Referensi
: